Sabtu, 21 Februari 2015

SUMPAH PALAPA

Tribhuwanatunggadewi terlaksana menduduki tahta Kerajaan Majapahit. Meskipun seorang wanita, tetapi benar-benar mahir dalam pengetahuan serta segala keutamaan. Maka dari itu para menteri dan rakyatnya selalu setia dan patuh tanpa rasa takut diancam hukuman, tetapi hanya terdorong oleh ketulusan rasa terhadap keutamaan dan kebijaksanaan Sang Raja.
Tribhuwanatunggadewi, dibantu oleh seorang patih yang sudah tua dan berpengalaman bernama Ki Arya Tadhah. Sehingga Majapahit tenteram kembali seperti semula. Hanya tinggal beberapa sisa yang belum mau bersatu, yaitu dari sadheng.
Terceritalah dua perwira tersebut menyebabkan kekecewaan Senapati Majapahit, lebih-lebih Gajah Mada. Mengingat hal yang ditempuh oleh Ra Kembar dan Ra Banyak, tidak akan bisa memutuskan masalah. Malah besar kemungkinannya akan rnempersubur sikap perrnusuhan. Segeralah Gajah Mada mengutus dua anak buahnya untuk menyusul Ra Kembar dan Ra Banyak, saat beristirahat di tengah hutan. Para utusan menyampaikan bahwa mereka diutus untuk menyusulnya, tapi hal tersebut tidak diterima dengan baik oleh Ra Kembar dan Ra Banyak, malah marah-marah dan terjadilah perkelahian. Ternyata Ra Kembar dan Ra Banyak lebih unggul, utusan dari Majapahit terpaksa meninggalkan peperangan.
Berita tadi menyebabkan marahnya Ki Gajah Mada. Untuk menutupi jangan sampai kejadian itu menjadikan keretakan antar teman, maka Shri Ratu segera mengutus bala tentara menyerang Sadheng. Diserang oleh para Manggala Yudha termasuk Gajah Mada, ternyata bala tentara Majapahit memang unggul dalam peperangan, sehingga bala tentara Sadheng dapat dimusnahkan.
Sekembali dari Sadheng, semua para manggala yuda mendapat Anugerah kenaikan pangkat dan derajat, termasuk Ra Kembar dan Ra Banyak. Konon tersirat pada cerita, Patih Mangkubumi Arya Tadhah, merasa sudah cukup dalam mengabdi kepada Shri Narpati dan memang sudah terlalu tua untuk menjadi Mahapati, mengingat perkembangan Ketajaan Majapahit yang kian menjadi besar.
Berdasarkan pendapat para keluarga istana Kerajaan Majapahit, tidak ada lagi yang dirasa pantas menggantikan kedudukan Mangkubumi kecuali Gajah Mada. Pendapat tersebut mendapat persetujuan dari seluruh perangkat kerajan dan para kerabatnya. Maka dinobatkanlah Gajah Mada, menjadi Patih Mangkubumi.


Ditengah-tengah upacara agung penobatan Patih Hamangkubumi yang disaksikan para pejabat, Mantri, Bupati, Adipati, Manggala yuda, Gajah Mada mengucapkan sumpah setianya:
Lamun huwus kalah Nusantara,
isun amukti palapa.
Lamun huwus kalah Ring Gurun,
Ring Seram, Ring Tanjungpura, Ring Haru,
Ring Pahang, Dempo, Bali, Sundha,
Palembang, Tumasik,
Samana isun amukti palapa”.
Seketika itu terjadilah kekacau an dalam pertemuan agung setelah mendengar sumpah yang diucapkan Gajah Mada. Berbagai macam pendapat terjadi, ada yang mengangguk- angguk, melilit kumis, berbisik, akhirnya menjadi ramai. Ada yang menyetujui, mendukung sumpah Gajah Mada, bahkan ada yang mengejek dan mentertawakannya.
Diantara yang mengejek itu adalah Ra Kembar dan Ra Banyak. Yang pada dasarnya sudah tertanam bibit permusuhan, dan tidak mampu menguasai dirinya. Dengan nada keangkuhannya, tangannya menuding Gajah Mada. Dan berkata bahwa sesungguhnya Gajah Mada itu adalah keturunan orang Sudra. Terlalu jauh sumpah yang diucapkan Gajah Mada  ibarat “Melempar bintang dengan sepotong kayu”, sangatlah tidak mungkin dan pasti gagalnya.

Gajah Mada marah sekali, sudah sifat ksatriya Majapahit hanya ada di ujung pedhang, kerasnya tulang dan kekebalan kulitnya yang dapat menggantikan kepintaran berbicara.
Ra Kembar dan Ra Banyak segera melompat menuju alun-alun sambil menentang lawan. Nampaknya Sang Patih Gajah Mada tetap tenang walaupun dalam batinnya benar-benar marah, maka seketika keringatnya membasahi dadanya yang seperti batu gilang, otot-ototnya nampak bagai ikatan baja yang tidak termakan senjata.

Setelah mohon diri pada Shri Ratu, segera berdiri dan melangkah keluar melewati yang hadir. Langkahnya membuat guncangnya pendopo, menuju ke tempat lawan. Setiba di alun-alun, Gajah Mada dikeroyok oleh Ra Kembar dan Ra Banyak. Ternyata Sang Patih Gajah Mada sangat sakti, walaupun dikeroyok dua perwira yang sudah terkenal perkasa tanpa bala tentara pernah merebut Sadheng, namun demikian hanya dalam waktu singkat keduanya dapat dibunuh. Ra Kembar dan Ra Banyak tewas ditempat peperangan.
Shri Ratu merestui Sumpah Gajah Mada. Cerita di atas tersirat dalam tembang Sinom.